Kisah Debat Ibnu Abbas Dengan Khawarij
KISAH DEBAT IBNU ABBAS DENGAN KHAWARIJ
oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari
Kaum Khawarij adalah firqah (golongan) pertama yang menyimpang dalam sejarah Islam. Mereka dikenal ahli ibadah, namun memiliki pemikiran yang melewati batas.
Di antara aqidah kaum khawarij adalah menganggap kafir kaum muslimin yang melakukan dosa besar, dan meyakini bahwa mereka kekal di neraka. Demikian ciri khas kaum Khawarij, yaitu terlalu mudah memvonis kafir kepada seorang Muslim. Bahkan di zaman Ali bin Abi Thalib dahulu, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah dan juga mengkafirkan kaum muslimin yang tidak setuju dengan pendapat mereka.
Aqidah mereka itu disebabkan kebodohan terhadap agama, sehingga salah faham terhadap nash-nash agama.
Nabi shallallahu ’alaihi wasallam telah memberitakan bahwa mereka akan terus muncul sampai menjelang hari kiamat, maka sepantasnya kita berhati-hati terhadap pemikiran sesat mereka.
Oleh karena itu di sini akan kami sampaikan kisah perdebatan seorang ‘alim sahabat yang mematahkan argumen-argumen firqah Khawarij di zamannya, semoga menjadi ibrah bagi kita semua.[]
Abu Zumail Simaak Al-Hanafi rahimahullah (berkata), “Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bercerita kepada kami, beliau berkata:
لَمَّا خَرَجَتِ الْحَرُورِيَّةُ اجْتَمَعُوا فِي دَارٍ، وَهُمْ سِتَّةُ آلَافٍ، أَتَيْتُ عَلِيًّا، فَقُلْتُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَبْرِدْ بِالظُّهْرِ لَعَلِّي آتِي هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ فَأُكَلِّمُهُمْ. قَالَ: إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكَ. قُلْتُ: كَلَّا. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَخَرَجْتُ إِلَيْهِمْ وَلَبِسْتُ أَحْسَنَ مَا يَكُونُ مِنْ حُلَلِ الْيَمَنِ، قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ جَمِيلًا جَهِيرًا.
Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul di suatu daerah, mereka berjumlah 6 ribu orang.
Maka aku mendatangi ‘Ali, lalu berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, agar aku bisa mendatangi mereka lalu berbicara dengan mereka (kaum Khawarij)”.
Ali berkata: “Aku mengkhawatirkan (keselamatan) mu”.
Aku berkata: “Tidak perlu khawatir”.
Ibnu ‘Abbas berkata: Lalu aku keluar menuju mereka, dan aku memakai pakaian terbagus buatan Yaman.
Abu Zumail berkata: Ibnu ‘Abbas adalah seorang yang tampan dan bersuara lantang.
Ibnu Abbas Menemui Mereka
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَأَتَيْتُهُمْ، وَهُمْ مُجْتَمِعُونَ فِي دَارِهِمْ، قَائِلُونَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِمْ فَقَالُوا: مَرْحَبًا بِكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ فَمَا هَذِهِ الْحُلَّةُ؟ قَالَ: قُلْتُ: مَا تَعِيبُونَ عَلَيَّ، لَقَدْ رَأَيْتُ عَلَىَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ مَا يَكُونُ مِنَ الْحُلَلِ، وَنَزَلَتْ: {قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ} [الأعراف: 32]
Ibnu ‘Abbas berkata: Kemudian aku mendatangi mereka, mereka berkumpul di rumah mereka, mereka sedang beristirahat di tengah hari. Aku mengucapkan salam kepada mereka, lalu mereka berkata: “Marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, pakaian apa ini?”
Ibnu ‘Abbas berkata : Aku menjawab: “Apa yang kamu mencelaku, sungguh aku telah melihat pakaian terbagus pada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam!”
Dan telah turun (firman Allah Ta’ala) : Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki-rezki yang baik?” [Al-A’raf/7: 32]
Para Sahabat Nabi Paling Mengetahui Wahyu Ilahi
قَالُوا: فَمَا جَاءَ بِكَ؟ قُلْتُ: أَتَيْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ صَحَابَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ، لِأُبَلِّغُكُمْ مَا يَقُولُونَ الْمُخْبَرُونَ بِمَا يَقُولُونَ فَعَلَيْهِمْ نَزَلَ الْقُرْآنُ، وَهُمْ أَعْلَمُ بِالْوَحْيِ مِنْكُمْ، وَفِيهِمْ أُنْزِلَ: وَلَيْسَ فِيكُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ. فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا تُخَاصِمُوا قُرَيْشًا، فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ} [الزخرف: 58]
Mereka berkata : “Apa yang membuatmu datang ke sini?”. Aku berkata: “Aku datang kepada kamu dari sisi para sahabat Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, yaitu Muhajirin dan Anshar, untuk menyampaikan perkataan mereka, mereka adalah orang-orang yang telah diberi tahu dengan apa yang mereka katakan. Al Qur’an turun kepada mereka, dan mereka lebih mengetahui wahyu daripada kamu. Dan Al-Qur’an diturunkan tentang mereka. Dan tidak ada salah seorang pun dari kalian yang termasuk sahabat Nabi.
Lalu sebagian dari mereka berkata: “Kamu jangan berdebat dengan Quraisy, karena Allah berfirman: “Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” [Az-Zukhruf/43: 58]
Semangat Ibadah Khawarij
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَأَتَيْتُ قَوْمًا لَمْ أَرَ قَوْمًا قَطُّ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ مُسْهِمَةٌ وجُوهُهُمْ مِنَ السَّهَرِ، كَأَنَّ أَيْدِيَهِمْ وَرُكَبَهُمْ تُثَنَّى عَلَيْهِمْ، فَمَضَى مَنْ حَضَرَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَنُكَلِّمَنَّهُ وَلَنَنْظُرَنَّ مَا يَقُولُ.
Ibnu Abbas berkata: “Aku mendatangi sekelompok orang yang aku tidak pernah melihat sama sekali sekelompok orang yang sangat bersemangat (dalam ibadah) dari mereka. Wajah-wajah mereka berubah warna (yakni pucat) karena tidak tidur, tangan-tangan dan lutut-lutut mereka seolah-olah dilipat.
Orang-orang yang hadir berlalu, sebagian mereka berkata: “Kami akan berbicara dengannya dan kami akan lihat apa yang dia katakan!”
Permulaan Dialog
قُلْتُ: أَخْبِرُونِي مَاذَا نَقَمْتُمْ عَلَى ابْنِ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَصِهْرِهِ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ؟ قَالُوا: ثَلَاثًا. قُلْتُ: مَا هُنَّ؟
Aku berkata: “Beritahukan kepadaku, apa yang kamu cela kepada anak dari paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, menantunya, demikian juga kepada Muhajirin dan Anshar?”
Mereka menjawab: “Tiga (perkara)”. Aku bertanya: “Apa itu?”.
Tiga Sebab Permusuhan Kepada ‘Ali
قَالُوا: أَمَّا إِحْدَاهُنَّ فَإِنَّهُ حَكَّمَ الرِّجَالَ فِي أَمْرِ اللَّهِ، وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ} [الأنعام: 57] وَمَا لِلرِّجَالِ وَمَا لِلْحُكْمِ؟ فَقُلْتُ: هَذِهِ وَاحِدَةٌ.
Mereka menjawab : “Pertama : dia telah menjadikan manusia sebagai hakim dalam urusan/agama Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” [Al An’am/6: 57, Yusuf/12: 40].
Apa hak manusia terhadap hukum?” Aku berkata: “Ini yang pertama”.
قَالُوا: وَأَمَّا الْأُخْرَى فَإِنَّهُ قَاتَلَ، وَلَمْ يَسْبِ وَلَمْ يَغْنَمْ، فَلَئِنْ كَانَ الَّذِي قَاتَلَ كُفَّارًا لَقَدْ حَلَّ سَبْيُهُمْ وَغَنِيمَتُهُمْ، وَلَئِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ مَا حَلَّ قِتَالُهُمْ. قُلْتُ: هَذِهِ اثْنَتَانِ، فَمَا الثَّالِثَةُ؟
Mereka berkata (lagi):
“Kedua : dia berperang (melawan pihak ‘Aisyah), namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah.
Padahal jika dia memerangi orang-orang kafir maka halal tawanan dan ghanimah mereka.
Namun jika yang diperangi adalah orang-orang mukmin, maka tidak halal memerangi mereka”.
Aku berkata: “ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”.
قَالُوا:إِنَّهُ مَحَا نَفْسَهُ مِنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ فَهُوَ أَمِيرُ الْكَافِرِينَ. قُلْتُ: أَعِنْدَكُمْ سِوَى هَذَا؟ قَالُوا: حَسْبُنَا هَذَا.
Mereka berkata (lagi):
(Ketiga) Bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin, dengan demikian ia adalah Amirul Kafirin.
Aku lalu berkata: “Apakah kamu memiliki (alasan lain) selain ini?”.
Mereka menjawab: “Cukup ini”.
Rujukan Perselisihan
فَقُلْتُ لَهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ قَرَأْتُ عَلَيْكُمْ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَمِنْ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يُرَدُّ بِهِ قَوْلُكُمْ أَتَرْضَوْنَ؟ قَالُوا: نَعَمْ.
Aku berkata kepada mereka: “Bagaimana menurut kamu, jika aku membacakan dari Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ’alaihi wasallam yang akan membantah pendapat kalian, (apakah kalian akan rujuk (taubat)?”.
Mereka berkata: “Ya”.
Bantahan Syubhat Pertama
فَقُلْتُ: أَمَّا قَوْلُكُمْ: حَكَّمَ الرِّجَالَ فِي أَمْرِ اللَّهِ فَأَنَا أَقْرَأُ عَلَيْكُمْ مَا قَدْ رَدَّ حُكْمَهُ إِلَى الرِّجَالِ فِي ثَمَنِ رُبْعِ دِرْهَمٍ فِي أَرْنَبٍ، وَنَحْوِهَا مِنَ الصَّيْدِ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ} [المائدة: 95] إِلَى قَوْلِهِ {يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ} [المائدة: 95]
Aku katakan : “Adapun perkataan kamu, bahwa dia (Ali bin Abi Thalib) telah menjadikan manusia sebagai hakim dalam urusan/agama Allah. Aku akan membacakan (Kitabullah) kepada kamu, bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam harga seperempat dirham tentang kelinci, dan binatang buruan semacamnya.
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَاَنْتُمْ حُرُمٌ ۗوَمَنْ قَتَلَهٗ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهٖ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan berihram. Barangsiapa yang membunuhnya di antara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil di antara kamu”. [Al Maidah/5: 95]
Pengambilan Dalil yang Mengagumkan
فَنَشَدْتُكُمُ اللَّهَ أَحُكْمُ الرِّجَالِ فِي أَرْنَبٍ وَنَحْوِهَا مِنَ الصَّيْدِ أَفْضَلُ، أَمْ حُكْمُهُمْ فِي دِمَائِهِمْ وَصَلَاحِ ذَاتِ بَيْنِهِمْ؟، وَأَنْ تَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَوْ شَاءَ لَحَكَمَ وَلَمْ يُصَيِّرْ ذَلِكَ إِلَى الرِّجَالِ،
Aku bertanya kepada kamu dengan nama Allah, “Apakah putusan hukum manusia tentang kelinci, dan binatang buruan semacamnya, lebih utama, ataukah putusan hukum mereka tentang darah dan perdamaian?
Dan kamu mengetahui, jika Allah menghendaki, tentu Allah telah menetapkan hukum, dan tidak menyerahkannya kepada manusia”.
وَفِي الْمَرْأَةِ وَزَوْجِهَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا} [النساء: 35] فَجَعَلَ اللَّهُ حُكْمَ الرِّجَالِ سُنَّةً مَأْمُونَةً، أَخَرَجْتُ عَنْ هَذِهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ،
Dalam masalah pertikaian suami istri, Allah berfirman:
وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal.” [An-Nisa/4: 35]
Allah telah menjadikan putusan manusia (yang Allah berikan idzin-pent) sebagai ketetapan yang aman.
Apakah aku telah keluar dari (masalah) ini? Mereka menjawab: “Ya”.
Bantahan Syubhat Kedua
قَالَ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ: قَاتَلَ وَلَمْ يَسْبِ وَلَمْ يَغْنَمْ، أَتَسْبُونَ أُمَّكُمْ عَائِشَةَ ثُمَّ تَسْتَحِلُّونَ مِنْهَا مَا يُسْتَحَلُّ مِنْ غَيْرِهَا؟ فَلَئِنْ فَعَلْتُمْ لَقَدْ كَفَرْتُمْ وَهِيَ أُمُّكُمْ، وَلَئِنْ قُلْتُمْ: لَيْسَتْ أَمَّنَا لَقَدْ كَفَرْتُمْ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ} [الأحزاب: 6] فَأَنْتُمْ تَدُورُونَ بَيْنَ ضَلَالَتَيْنِ أَيُّهُمَا صِرْتُمْ إِلَيْهَا، صِرْتُمْ إِلَى ضَلَالَةٍ فَنَظَرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ، قُلْتُ: أَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ،
Ibnu Abbas berkata: “Adapun perkataan kamu, bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, (aku akan bertanya), “Apakah kamu akan menawan ibu kalian, yaitu ‘Aisyah? Kemudian kamu akan menggapnya halal, sebagaimana (tawanan) lainnya?
Jika kamu melakukannya, maka kamu menjadi kafir, karena dia adalah ibu kamu.
Namun jika kamu mengatakan bahwa dia bukan ibu kamu, kamu juga menjadi kafir, karena Allah berfirman: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)‘ [Al-Ahzab/33: 6]
Maka kalian berada di antara dua kesesatan, apa yang kamu pilih maka kamu menuju kesesatan.
Maka mereka saling memandang satu sama lain.
Aku bertanya: “Apakah aku telah keluar dari (masalah) ini?”
Mereka menjawab: “Ya”.
Bantahan Syubhat Ketiga
قَالَ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ مَحَا اسْمَهُ مِنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَنَا آتِيكُمْ بِمَنْ تَرْضَوْنَ، وَأُرِيكُمْ قَدْ سَمِعْتُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ كَاتَبَ سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو وَأَبَا سُفْيَانَ بْنَ حَرْبٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ: ” اكْتُبْ يَا عَلِيُّ: هَذَا مَا اصْطَلَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ” فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ: لَا وَاللَّهِ مَا نَعْلَمُ إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ لَوْ نَعْلَمُ إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ مَا قَاتَلْنَاكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، اكْتُبْ يَا عَلِيُّ: هَذَا مَا اصْطَلَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ ” فَوَاللَّهِ لَرَسُولُ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ عَلِيٍّ، وَمَا أَخْرَجَهُ مِنَ النُّبُوَّةِ حِينَ مَحَا نَفْسَهُ،
Ibnu Abbas berkata, “Adapun perkataan kamu bahwa Ali menghapus namanya dari gelar Amirul Mukminin, maka aku akan sampaikan kepada kamu dengan orang yang kamu ridhai. Aku kira kamu sudah mendengar bahwa Nabi shalallahu‘alaihi wasallam pada perang Hudaibiyah membuat perjanjian dengan Suhail bin ‘Amr dan Abu Sufyan bin Harb (yang mewakili suku Quraisy). Rasulullah berkata kepada Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib), “Tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”.
Namun kaum Musyrikin berkata, “Tidak demi Allah, kami tidak mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah! Seandainya kami mengetahui bahwa engkau Rasulullah, tentu kami tidak memerangimu”.
Maka Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Wahai Ali, tulislah, “Ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”.
Demi Allah, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentu lebih utama dari pada Ali. Namun ketika beliau menghapus gelar “Rasulullah” itu tidak berarti mengeluarkan beliau dari kenabian”.
Dua Ribu Khawarij Bertaubat
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ: فَرَجَعَ مِنَ الْقَوْمِ أَلْفَانِ، وَقُتِلَ سَائِرُهُمْ عَلَى ضَلَالَةٍ
Abdullah bin Abbas berkata, “Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan sisanya terbunuh dalam kesesatan”.
Para Ulama yang Meriwayatkan Hadits Ini:
- HR. Al-Hakim di dalam Al-Mustadrok, no. 2656, dan ini adalah lafazhnya.
- HR. Nasai di dalam As-Sunan al-Kubro, no. 8522
- HR. Nasai di dalam Khoshoish Ali, no. 190
- HR. Al-Fasawi 1/522-524
- HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan al-Kubro, no. 16740
- HR. Abdurrozaq di dalam Al-Mushonnaf, no. 18678
- HR. Thobroni di dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 10598
- HR. Dhiya’ Al-Maqdisi di dalam Al-Ahadits Al- Mukhtaroh, no. 436
- HR. Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Auliya’, 3/318
- Dan lain-lain
Kedudukan Hadits Ini:
Beberapa ulama menyatakan kuatnya hadits ini, antara lain:
- Imam Al-Hakim. Setelah meriwayatkan hadits ini, beliau berkata, «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ» “Hadits ini shohih menurut syarat (imam) Muslim, tetapi keduanya (imam Bukhori dan Muslim) tidak meriwayatkan (di dalam kitab Shohih keduanya)”.
- Adz-Dzahabi menyetujui perkataan imam Al-Hakim.
- Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali menyetujui perkataan kedua imam di atas (Munazharat Aimmatis Salaf, hal. 95)
- Syaikh Abu Abdillah Ad-Dani bin Munir Aalu Zahwa.
Beliau membawakan hadits ini di dalam kitab Silsilah al-Atsar ash-Shohihah, no. 308, dan menyatakan ,”Hasan”.
Sebuah kisah yang banyak ilmu dan pelajaran, semoga Allah menetapkan kita di jalan-Nya yang lurus.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/67742-kisah-debat-ibnu-abbas-dengan-khawarij.html